Tim Do-san atau Tim Ji-pyeong: (Pilih Siapa?)


Kalau ada yang nanya aku tim siapa? Do-san? Ji-pyeong? Atau tim oleng sana-sini? Aku tetap tim Ji-pyeong dong dari awal, sekarang udah pertengahan pun masih jadi tim Ji-pyeong, insyaallah sampai akhir tetap istikamah sama Ji-pyeong. Hehehehe...

Dari awal drama ini, aku memang sudah putuskan jadi tim second lead garis keras dengan segala konsekuensinya. Apalagi yang memerankan Han Ji-pyeong ini si Mas Dimple Kim Seon-ho, mana sanggup aku berpaling dari pesonanya. Ditambah kisah Ji-pyeong yang menyayat hati membuatku ingin mencurahkan semua kasih sayang untuknya. Namun di lain sisi kepolosan Nam Do-san bagai magnet yang menarikku begitu saja tanpa perlawanan. Aku bisa apa kalau sudah seperti itu? Hanya satu inginku. Ji-pyeong akan menemukan kebahagiaan walau bukan bersama Seo Dal-mi. (Ya Allah bahasaku bikin speechless hahahaha.....

Sebenarnya siapa sih yang salah sehingga Dal-mi harus terjebak di antara Ji-pyeong dan Do-san? Mana penonton terpecah pula jadi dua tim. Nonton drama berasa nonton pertandingan sepak bola. Sengit kayak Indonesia lawan Malaysia. Hehehehe...

Menurutku tidak ada yang salah di sini. Pertama Nenek. Dia menyuruh Ji-pyeong menulis surat semata-mata hanya ingin mencoba menghibur Dal-mi yang ditinggal kakak sama ibunya. Dan hanya cara itu yang terpikir olehnya. Apa yang salah dengan itu? 

Berarti salah Ji-pyeong dong mau aja disuruh nenek menulis surat itu. Eitss....kalau kalian ditolong orang dan orang itu minta tolong balik--dan mintanya bukan uang puluhan juta tapi cuma nulis sepucuk surat--kalian mau nolak? Ji-pyeong dan nenek tidak salah. Mereka hanya tidak menyangka Dal-mi akan menganggap serius surat-surat itu.

Jangan salahkan Dal-mi juga kalau dia akhirnya bucin sama surat-surat itu. Coba kita posisikan diri jadi Dal-mi. Ditinggalkan sama ibu dan kakak kita. Ditinggalkannya pun ke luar negeri untuk membangun keluarga baru. Sakit? Iya. Kecewa? Pasti. Terus tiba-tiba datang sepucuk surat yang sedikit bisa menghibur. Membuat kita bersemangat menjalani hari-hari. Melewati saat-saat tersulit kita. Masa Dal-mi menganggap surat-surat itu hanya angin lalu. Wajar kan kalau Dal-mi jadi bucin sama pengirimnya dan ingin bertemu di dunia nyata.

Dal-mi juga tidak sepenuhnya salah saat dia pamer ke In-jae soal hubungannya sama Do-san. Kan kalau dia tidak pamer, nenek dan Ji-pyeong pasti tidak akan mencari Do-san. Oke. Mari kita anggap Dal-mi memang khilaf saat pamer di depan In-jae. Tapi pernah kah kita terpikir bahwa tindakannya itu sebagai salah satu bentuk respon kekecewaan atau mungkin ungkapan sakit hatinya. 

Sebagai saudara kandung yang lama terpisah, begitu bertemu hal pertama yang dikomentari In-jae adalah Dal-mi pasti menyesal ikut ayah mereka karena kehidupannya begitu-begitu saja. Kata-kata In-jae itu sudah melukai Dal-mi. Jadi, wajar jika dia ingin terlihat hebat di depan kakaknya. Ditambah sebelum pergi ke luar negeri, In-jae berkata bahwa dia muak makan ayam goreng yang dibeli ayahnya tiap kali gajian.

Ji-pyeong juga tidak salah jika akhirnya dia mencari Do-san dan membuatnya tampak sempurna di depan Dal-mi. Bagi Ji-pyeong, nenek adalah penolongnya. Dia berutang budi. Konon, utang budi adalah utang yang tidak bisa dibayar dengan apa pun. Ji-pyeong tahu nenek tidak akan meminta uang darinya. Jadi, mencari Do-san adalah salah satu cara membalas kebaikan nenek padanya. 

Do-san juga tidak salah datang menemui Dal-mi di pesta relasi In-jae. Do-san itu memiliki hati yang hangat. Membaca surat-surat Dal-mi membuat hatinya tersentuh dan bersedia membantu Dal-mi. Mungkin salah Do-san hanya satu. Dia jatuh cinta pada Dal-mi dan menikmati perannya sebagai Do-san, si cinta pertama Dal-mi.

Surat-surat yang ditulis Ji-pyeong dengan memakai nama Do-san telah membantu Dal-mi melewati masa-masa sulitnya adalah fakta yang tidak bisa dihapus oleh siapa pun. Termasuk si Do-san asli. Do-san tahu itu. Dari banyak alasan kenapa Dal-mi menyukai Do-san, hanya satu yang dimilikinya. Tangannya yang keren dan besar. Sisanya adalah Ji-pyeong. Lantas Do-san menerima begitu saja? Tidak. Dia berusaha dengan caranya sendiri. Membuat Dal-mi menyukai Do-san yang sekarang, bukan Do-san yang dulu. 

Do-san yang tidak pernah percaya bahwa golongan darah mempengaruhi kepribadian, mengubah pandangannya dalam sekejap hanya karena Dal-mi. Do-san yang punya julukan Budha Hidup karena selalu mengalah dan tidak memiliki ambisi hingga hidupnya begitu-begitu saja--padahal dia anak jenius, untuk pertama kalinya memiliki ambisi karena Dal-mi. Do-san yang katanya kalau marah melampiaskannya dengan merajut, malah menghancurkan papan nama ayah tiri In-jae untuk membela Dal-mi. Kurang berjuang apa dia? Ditambah, Do-san yang memiliki ide untuk membuat aplikasi tunanetra--Noongil karena ingin membantu nenek Dal-mi. Itu nilai poinnya dia di mata Dal-mi. 

Sedangkan Ji-pyeong masih ragu dengan perasaaannya sendiri. Dia membantu Dal-mi karena murni ingin balas budi pada nenek atau karena sebenarnya dia juga menyukai Dal-mi. Tapi jangan salahkan Ji-pyeong karena terlambat menyadari perasaannya. Konon, anak yang tumbuh sebatang kara tidak percaya begitu saja pada cinta. Itulah sebabnya ketika ditolong oleh nenek dia meragukan ketulusan nenek. Di pikirannya, kelak nenek pasti akan minta imbalan. 

Aku tak terlalu khawatir Ji-pyeong akan patah hati tak bisa bersama Dal-mi, yang lebih mengkhawatirkan itu dia tahu kenyataan nenek akan buta. Dunianya pasti akan terasa runtuh. Meski dia menggunakan seluruh uangnya, tak akan mengubah fakta mata nenek tak akan membaik. 

Kalau melihat drama ini dari segi percintaannya maka tidak akan ada habisnya kita berdebat siapa yang layak mendampingi Dal-mi. Tapi coba kita melihat dari sisi lain. Do-san anak jenius, tapi dia lemah berbicara di depan publik. Dia butuh Dal-mi untuk menterjemahkan pemikirannya. Dal-mi tidak akan menjadi CEO yang hebat jika tak memiliki mentor seperti Ji-pyeong. Do-san juga tidak akan terpacu kalau Ji-pyeong tidak meremehkannya terus. See. Mereka saling membutuhkan, guys. Dan aku malah suka, loh soma bromance Ji-pyeong dan Do-san. Hehehehe.... 

Drama ini juga sarat dengan pesan moral. Aku suka karakter Dal-mi di sini. Dia karakter yang kuat, optimis, dan teguh pada pendiriannya. Berkali-kali In-jae menyindirnya bahwa dia pasti menyesal ikut ayah mereka. Tapi dia dengan tegas menjawab tidak. Mungkin ada kalanya Dal-mi menyesal, tapi seperti kata-katanya dia akan berusaha membuat dirinya tak menyesal dengan pilihan yang dia buat. Tak hanya soal pilihan ikut ayahnya, tapi saat dia memilih Samsan Tech. Yup. Hidup kita adalah pilihan kita. Seperti apa jalan  yang kita pilih--selama itu masih jalan yang benar, jangan pernah menyesalinya. Tapi berbuatlah agar kita tidak menyesali pilihan tersebut.

Dal-mi juga menunjukkan bahwa apa pun usaha kita harus dibarengi dengan doa. Saat dia akan mendaftar ke Sand Box dia berdoa agar Tuhan memberinya petunjuk. Begitu pun saat mereka membuat aplikasi  tunanetra--Noongil Dal-mi juga tak lupa berdoa. Yup usaha memang harus dibarengi dengan doa.

Dal-mi juga definisi manusia yang ingin bermanfaat buat orang lain walaupun itu hanya hal kecil. Ingat ketika mereka membuat aplikasi Noongil, Ji-pyeong memperingatkannya bahwa aplikasi itu tidak akan menghasilkan banyak uang. Tapi dia menjawab itu bukan hanya semata uang, tapi dia ingin aplikasi itu bisa bermanfaat untuk orang lain.

Jadi Mbak Dal-mi, siapa pun yang kamu pilih aku merestuimu! Kamu berhak bahagia. 

Wonnie

Hanya wanita yang hobi ngedrakor dan suka menulis

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama